Stratifikasi Sosial

STRATIFIKASI SOSIAL

  1. Definisi Stratifikasi Sosial

Stratifikasi atau pelapisan sosial diartikan diantaranya sebagai:

The Ranking of people according to their wealth, prestige, or social position.[1] (Ranking masyarakat sesuai dengan kekayaan, prestise/status, atau posisi sosial mereka).

The structured inequalityof accsess to rewards, resources, and privileges that are scarce and desirable within a society.[2] (Ketaksetaraan yang terbentuk dalam hal akses ke penghargaan, sumber daya, dan keistimewaan yang langka dan bermanfaat dalam sebuah masyarakat).

Pembedaan anggota masyarakat berdasarkan setatus yang dimilkinya.[3]

Pembedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis).[4]

Penggolongan orang-orang ermasuk dalam suatu sitem sosial tertentu kedalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese, dan prestise/status.[5]

Dari definisi-definisi ini terlihat bahwa stratifikasi sosial mengandaikan adanya lapisan-lapisan vertikal atau kelas-kelas dalam suatu masyarakat yang terstruktur berdasarkan kekayaan, status atau prestise, dan kekuasaan atau posisi sosial. Stratifikasi memilih yang kaya dan yang miskin, yang berposisi tinggi dan yang berposisi rendah, yang berkuasa dan yang lemah.

Terdapat tiga dimensi stratifikasi sosial yang bisa didapati dalam semua masyarakat, yang meliputi: kekayaan, status/kehormatan, dan kekuasaan.[6] Kekayaan mencakup aset-aset ekonomi (mobil, rumah, dan sebagainya) yang bias diuangkan. Kehormatan mencakup atribut-atribut yang mengundang pengakuan, penghormatan, atau penghargaan dari orang lain. Sedangkan kekuasaan mencakup kemampuan individu atau kelompok untuk mengejawantahkan keinginan atau kebijakan, dengan atau tanpa kerjasama orang lain.

Max Weber mengidentifikasiakan tiga sumber kekuasaan yang biasa digunakan untuk memilih orang kedalam strata-strata, yakni kelas sosial, status dan partai. Kelas sosial didasarkan pada beberapa faktor: kekayaan, kekuasaan yang ditimbulkan oleh kekuasan ini, dan kesempatan untuk mendapatkan kekuasaan. Status sosial adalah penghormatan yang diterima seseorangdari orang lain dalam komunitas. Sedangkan partai adalah organisasi dimana keputusan-keputusan dibuat untuk mencapai tujuan tertentu yang mempengaruhi sebuah masyarakat.[7]

  1. Tipe-tipe Pelapisan Sosial

1. Pelapisan Sosial Tertutup

Sistem ini membatasi kemungkinan seseorang untuk berpindah dari satu lapisan kelapisan lain, baik lapisan atas maupun bawah. Satu-satunya jalan untuk masuk menjadi anggota atau warga suatu lapisan tertentu hanyalah melalui kelahiran.

Misalnya: pelapisan pada masyarakat berkasta (contoh: India Kuno) yang terdiri dari kasta Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra.

2. Pelapisan Sosial Terbuka

Pada sistem pelapisan ini setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk naik pada pelapisan sosial yang lebih tinggi karena kemampuan dan kecakapannya sendiri, juga bias turun atau jatuh pada pelapisan sosial yang lebih rendah bagi mereka yang tidak cakap dan tidak beruntung.

Misalnya: pelapisan pada masyarakat industri maju atau pada masyarakat pertanian yang telah mengalami gelombang modernisasi.

  1. Mobilitas Sosial

Dalam sosiologi, mobilitas sosial berarti perpindahan status dalam stratifikasi sosial , atau berpindahnya individu atau kelompok dari satu strata tertentu ke strata yang lain. Kondisi seperti ini hanya mungkin dilakukan jika masyarakat menganut sistem masyarakat terbuka, yakni sistem yang memperkenankan anggota masyarakatnya untuk mendapatkan perubahan status dengan cara yang mudah.

Para ahli sosiologi membedakan antara mobilitas intragenerasi dan mobilitas antargenerasi. Mobilitas intragenerasi mengacu pada mobilitas sosial yang dialami seseorang pada masa hidupnya, misalnya dari status asisten dosen menjadi guru besar. Sedangkan mobilitas antargenerasi mengacu pada perbedaan status yang dicapai seseorang dengan status orang tuanya, miasalnya anak seorang petani miskin yang menjadi seorang insinyur atau sarjana, atau anak seorang mentri yang menjadi pedagang kaki lima.

Perubahan serta perpindahan sosial ini sangat erat kaitanya dengan keahlian yang dimiliki seseorang yang diperoleh melalui jalur pendidikan, makin tinggi seseorang mengenyang bangku pendidikan makin luas pengatahuan serta pengalamannya. Maka secara otomatis jika yang dianut dalam lingkungan sekitarnya itu pelapisan sistem terbuka, ia akan memperoleh kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat yang tidak berpendidikan.

Di dalam agama islam diterangkan bahwa orang yang memiliki keilmuan yang lebih tinggi dari orang lain maka akan diangkat derajatnya menuju suatu kemuliaan, atau dengan kata lain orang yang berpendidikan tinggi akan memiliki status social yang lebih baik. Seperti yang terdapat dalam firman Allah, yang artinya:“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat”(Al-Mujadalah: 11)

D. Pendidikan dan hubungan antar kelompok

Menurut penelitian, makin tinggi pendidikan seseorang makin kurang prasangkanya tehadap orang lain, makin toleran sikapnya terhadap golongan minoritas. Karena dalam dalam pendidikan misalkan disekolah, diajarkan hubungan antar-murid dan antar-kelompok, terlebih jika terdapat didalamnya apa yang dianggap golongan minoritas. Berbagai usaha dapat dijalankan untuk memperbaiki hubungan antar-kelompok, walaupun kekuasaan sekolah sering sangat terbatas. Sikap yang berprasangka yang telah tertanam dalam hati masyarakat sangat menghalangi usaha sekolah.

Oleh sebab sekolah terbatas kemampuannya untuk mengubah situasi social, sekolah dapat menggugah nilai-nilai dan sikap anak-anak secara individual, rasa keadilan, rasa keagamaan, yang mengemukakan kesamaan di hadapan Tuhan, lalu melihat nilai-nilai itu dalam hubungannya dengan orang-orang tang dianggapnya rendah, asing, licik, dan sebagainya.

Kebanyakan usaha dalam perbaikan hubungan antar-kelompok mengandung unsure “penggugahan nilai dan sikap” individu, oleh sebab sekolah tidak mampu mengubah keadaan sosial dan prasangka yang telah ada dalam masyarakat. Mungkin cara yang paling sering dilakukan ialah memberikan informasi mengenai hakikat persamaan seperti tertuang dalam UUD 1945 dan Pancasila yang mengemukakan kesamaan manusia bagi Tuhan dan Negara serta berusaha memelihara perdamaian di dunia ini, dan ini hanya mungkin dengan adanya kesamaan hak bagi seluruh umat manusia.

Kita selaku umat islam juga mengakui hakikat persamaan seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an, yang artinya: “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia disisi Allah adalh orang yang bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lgi Maha Mengenal”. (Al-Hujurat: 13)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Abu . Drs, Sosiologi Pendidikan. Rineka Cipta

Batubara, Muhyi. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Ciputat Press. 2004

H. Gunawan, Ari. Drs. Sosiologi Pendidikan. Rineka Cipta.

Terjemahan Al-Qur’an.



[1] J. Ross Eshleman & Barbara G. Cashion, Sociology: An Introduction Second Edition (Boston: Little, Brown & Company), h.206.

[2] Christopher Bates Doob, Sociology: An Introduction (New York: CBS College Publishing, 1985), h.206

[3] Kamanto Sunarto, Pengantar Sisiologi (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 1993), h. 105.

[4] Pitirim A. Sorokin dalam Social and Cultural Mobility sebagaimana dikutip oleh Soerjono Soekanto, Sosisologi: Suatu Pengantar (Jakarta: Rajagarafindo Persada, 2006), h. 198.

[5] Robert M.Z. Lawang.

[6] Lihat misalnya Christopher Bates Doob, Sociology, h. 210.

[7] Lihat J. Ross Eshleman & Barbara G Cashion, Sociology, h. 207.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar