Stratifikasi Sosial

STRATIFIKASI SOSIAL

  1. Definisi Stratifikasi Sosial

Stratifikasi atau pelapisan sosial diartikan diantaranya sebagai:

The Ranking of people according to their wealth, prestige, or social position.[1] (Ranking masyarakat sesuai dengan kekayaan, prestise/status, atau posisi sosial mereka).

The structured inequalityof accsess to rewards, resources, and privileges that are scarce and desirable within a society.[2] (Ketaksetaraan yang terbentuk dalam hal akses ke penghargaan, sumber daya, dan keistimewaan yang langka dan bermanfaat dalam sebuah masyarakat).

Pembedaan anggota masyarakat berdasarkan setatus yang dimilkinya.[3]

Pembedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis).[4]

Penggolongan orang-orang ermasuk dalam suatu sitem sosial tertentu kedalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese, dan prestise/status.[5]

Dari definisi-definisi ini terlihat bahwa stratifikasi sosial mengandaikan adanya lapisan-lapisan vertikal atau kelas-kelas dalam suatu masyarakat yang terstruktur berdasarkan kekayaan, status atau prestise, dan kekuasaan atau posisi sosial. Stratifikasi memilih yang kaya dan yang miskin, yang berposisi tinggi dan yang berposisi rendah, yang berkuasa dan yang lemah.

Terdapat tiga dimensi stratifikasi sosial yang bisa didapati dalam semua masyarakat, yang meliputi: kekayaan, status/kehormatan, dan kekuasaan.[6] Kekayaan mencakup aset-aset ekonomi (mobil, rumah, dan sebagainya) yang bias diuangkan. Kehormatan mencakup atribut-atribut yang mengundang pengakuan, penghormatan, atau penghargaan dari orang lain. Sedangkan kekuasaan mencakup kemampuan individu atau kelompok untuk mengejawantahkan keinginan atau kebijakan, dengan atau tanpa kerjasama orang lain.

Max Weber mengidentifikasiakan tiga sumber kekuasaan yang biasa digunakan untuk memilih orang kedalam strata-strata, yakni kelas sosial, status dan partai. Kelas sosial didasarkan pada beberapa faktor: kekayaan, kekuasaan yang ditimbulkan oleh kekuasan ini, dan kesempatan untuk mendapatkan kekuasaan. Status sosial adalah penghormatan yang diterima seseorangdari orang lain dalam komunitas. Sedangkan partai adalah organisasi dimana keputusan-keputusan dibuat untuk mencapai tujuan tertentu yang mempengaruhi sebuah masyarakat.[7]

  1. Tipe-tipe Pelapisan Sosial

1. Pelapisan Sosial Tertutup

Sistem ini membatasi kemungkinan seseorang untuk berpindah dari satu lapisan kelapisan lain, baik lapisan atas maupun bawah. Satu-satunya jalan untuk masuk menjadi anggota atau warga suatu lapisan tertentu hanyalah melalui kelahiran.

Misalnya: pelapisan pada masyarakat berkasta (contoh: India Kuno) yang terdiri dari kasta Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra.

2. Pelapisan Sosial Terbuka

Pada sistem pelapisan ini setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk naik pada pelapisan sosial yang lebih tinggi karena kemampuan dan kecakapannya sendiri, juga bias turun atau jatuh pada pelapisan sosial yang lebih rendah bagi mereka yang tidak cakap dan tidak beruntung.

Misalnya: pelapisan pada masyarakat industri maju atau pada masyarakat pertanian yang telah mengalami gelombang modernisasi.

  1. Mobilitas Sosial

Dalam sosiologi, mobilitas sosial berarti perpindahan status dalam stratifikasi sosial , atau berpindahnya individu atau kelompok dari satu strata tertentu ke strata yang lain. Kondisi seperti ini hanya mungkin dilakukan jika masyarakat menganut sistem masyarakat terbuka, yakni sistem yang memperkenankan anggota masyarakatnya untuk mendapatkan perubahan status dengan cara yang mudah.

Para ahli sosiologi membedakan antara mobilitas intragenerasi dan mobilitas antargenerasi. Mobilitas intragenerasi mengacu pada mobilitas sosial yang dialami seseorang pada masa hidupnya, misalnya dari status asisten dosen menjadi guru besar. Sedangkan mobilitas antargenerasi mengacu pada perbedaan status yang dicapai seseorang dengan status orang tuanya, miasalnya anak seorang petani miskin yang menjadi seorang insinyur atau sarjana, atau anak seorang mentri yang menjadi pedagang kaki lima.

Perubahan serta perpindahan sosial ini sangat erat kaitanya dengan keahlian yang dimiliki seseorang yang diperoleh melalui jalur pendidikan, makin tinggi seseorang mengenyang bangku pendidikan makin luas pengatahuan serta pengalamannya. Maka secara otomatis jika yang dianut dalam lingkungan sekitarnya itu pelapisan sistem terbuka, ia akan memperoleh kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat yang tidak berpendidikan.

Di dalam agama islam diterangkan bahwa orang yang memiliki keilmuan yang lebih tinggi dari orang lain maka akan diangkat derajatnya menuju suatu kemuliaan, atau dengan kata lain orang yang berpendidikan tinggi akan memiliki status social yang lebih baik. Seperti yang terdapat dalam firman Allah, yang artinya:“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat”(Al-Mujadalah: 11)

D. Pendidikan dan hubungan antar kelompok

Menurut penelitian, makin tinggi pendidikan seseorang makin kurang prasangkanya tehadap orang lain, makin toleran sikapnya terhadap golongan minoritas. Karena dalam dalam pendidikan misalkan disekolah, diajarkan hubungan antar-murid dan antar-kelompok, terlebih jika terdapat didalamnya apa yang dianggap golongan minoritas. Berbagai usaha dapat dijalankan untuk memperbaiki hubungan antar-kelompok, walaupun kekuasaan sekolah sering sangat terbatas. Sikap yang berprasangka yang telah tertanam dalam hati masyarakat sangat menghalangi usaha sekolah.

Oleh sebab sekolah terbatas kemampuannya untuk mengubah situasi social, sekolah dapat menggugah nilai-nilai dan sikap anak-anak secara individual, rasa keadilan, rasa keagamaan, yang mengemukakan kesamaan di hadapan Tuhan, lalu melihat nilai-nilai itu dalam hubungannya dengan orang-orang tang dianggapnya rendah, asing, licik, dan sebagainya.

Kebanyakan usaha dalam perbaikan hubungan antar-kelompok mengandung unsure “penggugahan nilai dan sikap” individu, oleh sebab sekolah tidak mampu mengubah keadaan sosial dan prasangka yang telah ada dalam masyarakat. Mungkin cara yang paling sering dilakukan ialah memberikan informasi mengenai hakikat persamaan seperti tertuang dalam UUD 1945 dan Pancasila yang mengemukakan kesamaan manusia bagi Tuhan dan Negara serta berusaha memelihara perdamaian di dunia ini, dan ini hanya mungkin dengan adanya kesamaan hak bagi seluruh umat manusia.

Kita selaku umat islam juga mengakui hakikat persamaan seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an, yang artinya: “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia disisi Allah adalh orang yang bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lgi Maha Mengenal”. (Al-Hujurat: 13)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Abu . Drs, Sosiologi Pendidikan. Rineka Cipta

Batubara, Muhyi. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Ciputat Press. 2004

H. Gunawan, Ari. Drs. Sosiologi Pendidikan. Rineka Cipta.

Terjemahan Al-Qur’an.



[1] J. Ross Eshleman & Barbara G. Cashion, Sociology: An Introduction Second Edition (Boston: Little, Brown & Company), h.206.

[2] Christopher Bates Doob, Sociology: An Introduction (New York: CBS College Publishing, 1985), h.206

[3] Kamanto Sunarto, Pengantar Sisiologi (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 1993), h. 105.

[4] Pitirim A. Sorokin dalam Social and Cultural Mobility sebagaimana dikutip oleh Soerjono Soekanto, Sosisologi: Suatu Pengantar (Jakarta: Rajagarafindo Persada, 2006), h. 198.

[5] Robert M.Z. Lawang.

[6] Lihat misalnya Christopher Bates Doob, Sociology, h. 210.

[7] Lihat J. Ross Eshleman & Barbara G Cashion, Sociology, h. 207.

Character Building: Alat-alat Pendidikan

Character Building: Alat-alat Pendidikan

Alat-alat Pendidikan

ALAT-ALAT PENDIDIKAN

Makalah ini Dipresentasikan untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan






Disusun Oleh :

Asep Muhammad Idris

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2008


BAB I

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang ada dalam kehidupan masyarakat untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Banyak sekali faktor penunjang yang sangat mepengaruhi keberhasilan suatu pendidikan, diantaranya ialah adanya alat-alat yang dijadikan sebagai alat pendidikan.

Yang dimaksud alat pendidikan ialah segala perlengkapan yang dipakai dalam pendidikan. Alat pendidikan merupakan faktor pendidikan yang sengaja dibuat dan digunakan demi pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan.

BAB II

ALAT-ALAT PENDIDIKAN

  1. Pengertian Alat Pemdidikan

Alat pendidikan adalah suatu tindakan atau situasi yang sengaja diadakan untuk tercapainya suatu tujuan pendidikan yang tertentu. Alat pendidikan merupakan faktor pendidikan yang sengaja dibuat dan digunakan demi pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan.[1]

Selain dari pada itu alat pendidikan juga bisa diartikan segala perlengkapan yang dipakai dalam usaha pendidikan.

  1. Macam-macam Alat Pendidikan

Ditinjau dari segi wujudnya, maka alat pendidikan itu dapat berupa:

1. Benda-benda sebagai alat bantu pendidikan ( hardware)

Banyak sekali macamnya yang termasuk kedalam benda-benda yang dianggap sebagi alat bantu pendidikan, diantaranya mencakup meja, kursi, papan tulis, penghapus, kapur tulis, buku, peta, dan sebagainya.[2]

2. Perbuatan pendidik ( software)

a. Teladan

Merupakan segala tingakah laku, cara berbuat, dan berbicara yang ada pada diri pendidik yang kemungkinan akan ditiru oleh si anak didik. Dengan teladan ini, lahirlah gejala identifikasi positif, yakni penyamaan diri dengan orang yang ditiru. Identifikasi positif itu penting sekali dalam pembentukan kepribadian. Karena itulah teladan merupakan alat pendidikan yang utama, sebab terikat erat dengan pergaulan dan berlangsung secara wajar.

Hal yang perlu diperhatikan oleh pendidik dalam hal ini adalah kejelasan tentang tingkah laku mana yang harus ditiru ataupun sebaliknya.

b. Anjuran, suruhan dan perintah

Perintah adalah tindakan pendidik yang menyuruh anak didik melakukan sesuatu yang diharapkan untuk mencapai tujuan tertentu.

Jika pada teladan anak dapat melihat, di dalam anjuran, suruhan, atau perintah anak mendengar apa yang harus dilakukan.

c. Larangan

Larangan merupakan tindakan pendidik menyuruh anak didik supaya tidak melakukan sesuatu atau menghindari tingkah laku tertentu demi tercapainya tujuan pendidikan tertentu.

d. Pujian dan hadiah

Merupakan tindakan pendidik yang fungsinya memperkuat penguasaan tujuan pendidikan tertentu yang telah dicapai oleh anak didik

Hadiah dalam hal ini tidak mesti selalu berwujud barang. Anggukan kepala dengan wajah berseri, menunjukan jempol si pendidik, sudah merupakan satu hadiah yang pengaruhnya besar sekali, seperti memotivasi, menggembirakan, dan menambah keprcayaan dirinya.

e. Teguran

Teguran merupakan tindakan pendidik untuk mengoreksi pencapaian tujuan pendidik oleh anak didik.

Teguran dapat berupa kata-kata, tetapi juga dapat berupa isyarat-isyarat, misalnya pandangan mata yang tajam, menunjuk dengan jari, dan sebagainya.

f. Peringatan dan ancaman

Peringatan diberikan kepada anak yang telah beberapa kali melakukan pelanggaran, dan telah diberikan teguran pula atas pelanggarannya. Dalam memberikan peringatan ini, biasanya disertai dengan ancaman akan sanksinya.

Karena itulah, ancaman merupakan tindakan pendidik mengoreksi secara keras tingkah laku anak didik yang tidak diharapkan dan disertai perjanjian jika terulang lagi akan dikenakan hukuman atau sanksi.

g. Hukuman

Menghukum ialah memberikan atau mengadakan nestapa atau penderitaan dengan sengaja kepada anak didik dengan maksud agar penderitaan tersebut betul-betul dirasakannya, bukan untuk meniksa si anak didik tetapi untuk menuju kearah perbaikan.

Dalam hal pemberian hukuman ini, ada dua perinsip dasar mengapa diadakan hukuman.

· Hukuman diadakan karena adanya pelanggaran, adanya kesalahan yang diperbuat.

· Hukuman diadakan dengan tujuan agra tidak terjadi pelanggaran.[3]

  1. Dasar-dasar Pertimbangan Penggunaan Alat

Dalam penggunan alat pendidikan, maka yang sangat diperhatikan adalah pribadi orang yang menggunakannya, sehinnga penggunaan alat pendidikan tersebut tidak sekedar persoalan teknis belaka, namun lebih jauh justru menyangkut persoalan batin atau peribadi pendidik.

Oleh karena itulah dalam memilih alat pendidikan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Tujuan yang ingin dicapai;

2. Orang yang menggunakan alat;

3. Untuk siapa alat itu digunakan;

4. Efektivitas penggunaan alat tersebut dengan tidak melahirkan efek tambahan yang merugikan.

BAB III

KESIMPULAN

Alat pendidikan merupakan salah satu faktor penunjang kelancarannya proses pendidikan. Alat pendidikan ada yang berupa software yaitu perbuatan yang dilakukan oleh tenaga pendidik guna tercapainya tujuan pendidikan; yang mencakup nasehat, teladan, larangan, perintah, pujian, teguran, ancaman dan hukuman. Ada juga hardware yaitu semua benda-benda yang dianggap sebagai alat bantu dalam pendidikan; yang meliputi meja, kursi, papan tulis, penghapus, kapur tulis, buku, peta, dan sebagainya.

Dalam pemilihan dan penggunaan alat pendidikan tidak asal pilih saja tetapi harus diperhatikan beberapa hal yaitu: tujuan yang ingin dicapai, orang yang menggunakan alat, untuk siapa alat itu digunakan, dan keefektivitasan alat tersebut. Tetepi dari kesemuanya itu yang paling penting untuk diperhatikan ialah pribadi orang yang menggunakannya, sehingga penggunaan alat pendidikan tersebut tidak sekedar persoalan teknis belaka, namun lebih jauh justru menyangkut persoalan batin atau pribadi pendidik.

DAFTAR PUSTAKA

Barnadib, Sutari Imam. Pengantar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Yayasan Penerbit FIP-IKIP Yogyakarta.1978.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1988.

Indrakusuma, Amir Daien. Pengantar Ilmu Pendidikan: Sebuah Tinjauan Teoritis Filosofis. Surabaya: Usaha Nasional. 1973.

Tanlian, Wens. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. Gramedia. 198



[1] Ahmad D. Marimba, op.cit., hlm. 50; Suwarno: 113; Sutari Imam Barnadib; 95 Wens Tanlain; 51.

[2] Siti Meichati, op.cit, hlm.85 ; Wens Tanlain, dkk., op.cit., hlm. 52.

[3] Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, tt. hlm. 147.

MATA KULIAH

BAB I

PENDAHULUAN

Apa saja yang diperbuat manusia, yang penting maupun yang kurang penting, yang berbahaya maupun yang tidak mengandung resiko, selalu ada motivasinya.

Juga salam soal belajar motivasi itu sangat penting, motivasi adalah syarat mutlak untuk belajar. Motivasi merupakan faktor psiklogis yang sangat berperan dalam proses belajar. Seorang siswa akan mau dan tekun dalam belajar atau tidak sangat tergantung pada motivasi yang ada pada dirinya.

Oleh sebab itu dalam makalah ini akan mencoba menjawab mengenai permasalahan yang menyangkut dengan motivasi, khususnya dalam proses belajar mengajar dalam lingkungan pendidikan.

Adapun salah satu permasalahan yang sangat penting yang akan dibahas adalah: Apa pengertian motivasi? Apa saja teori-teori dan klasifikasi motivasi? Serta keterkaitan antara motivasi dengan para pendidik dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa.

BAB II

PEMBAHASAN

MOTIVASI

A. Pengertian Motivasi

Istilah motivasi dalam psikologi sangat erat kaitannya dangan suatu istilah yang namanya motif, keduanya sukar dibedakan secara tegas.

Berikut ini akan uraikan pengertian mengenai motif dan motivasi:

Motif ialah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu. Atau seperti dikatakan oleh Sartain dalam bukunya Psychology Understanding of Human Behavior, ia mengatakan bahwa motif adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku/perbuatan ke suatu tujuan atau perangsang.

Motif adalah dorongan atau kekuatan dari dalam diri seseorang yang mendorong orang untuk bertingkah laku atau berbuat sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam diri kita motif itu dapat berupa suatu kebutuhan, tujuan, cita-cita atau hasrat/keinginan yang merupakan daya penggerak dari dalam diri untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu dalam mencapai suatu tujuan.

Silverstone menganggap motif ini merupakan tahap awal dari proses motivasi, karena itu W.S Winkell menanamkan motif ini baru merupakan suatu kondisi intern atau disposisi (kesiapsiagaan) saja. Sebab motif-motif itu tidak selamanya aktif. Motif-motif ini hanya aktif pada saat-saat tertentu saja, yaitu apabila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan mendesak.

Apabila suatu kebutuhan dirsakan mendesak untuk dipenuhi maka motif atau daya penggerak menjadi aktif. Motif atau daya penggerak yang telah menjadi aktif inilah yang disebut motivasi. Jadi motivasi adalah segala sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang menuntut/mendorong orang untuk memenuhi suatu kebutuhan. Dan sesuatu yang dijadikan motivasi itu merupakan suatu keputusan yang telah ditetapkan individu sebagai suatu kebutuhan atau tujuan yang nyata ingin dicapai

Menurut james O. Whittaker, motivasi adalah kondisi-kondisi atau keadaan yang mengaktifkan atau memberi dorongan kepada makhluk untuk bertingkah laku mencapai tujuan yang ditimbulkan oleh motivasi tersebut. Sedangkan menurut Frederick J. McDonald, motivasi adalah perubahan tenaga didalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi mencapai tujuan.

Dalam psikologi, motivasi diartikan sebagai segala sesuatu yang menjadi pendorong timbulnya suatu tingkah laku

Sedangkan dalam Kamus Filsafat dan Psikologi diartikan bahwa motivasi adalah tenaga yang mendorong seseorang berbuat sesuatu keinginan. Kecendrungan organisme untuk melakukan sesuatu sikap atau perilaku yang dipengaruhi oleh kebutuhan dan diarahkan kepada tujuan tertentu yang telah direncanakan sebeumnya.

Jadi kesimpulannya dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa motif menunjukan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi adalah “pendorong” ; suatu usaha yang didasari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu

B. Teori Motivasi

1.Teori Hedonisme

Hedone adalah bahasa Yunani yang berarti kesukaan, kesenangan, atau kenikmatan. Hedonisme adalah suatu aliran yang memandang bahwa tujuan hidup yang utama pada manusia adalah mencari kesenangan yang bersifat duniawi. Menurut pandangan hedonisme, manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang mementingkan kehidupan yang penuh dengan kesenangan dan kenikmatan. Oleh karena itu, setiap menghadapi persoalan yang perlu pemecahan, manusia cendrung memilih altrnatif pemecahan yang dapat mendatangkan kesenangan dari pada yang mengakibatkan kesukaran, kesulitan, penderitaan, dan sebaginya.

2. Teori Naluri

Pada dasarnya manusia mempunyai tiga dorongan nafsu pokok yang dalam hal ini disebut juga naluri, yaitu:

→ Dorongan nafsu (naluri) mempertahankan diri;

→ Dorongan nafsu (naluri) mengembangkan diri;

→ Dorongan nafsu (naluri) mengembangkan/mempertahankan jenis;

Dengan dimilikinya ketiga naluri pokok itu, maka kebiasaan-kebiasaan ataupun tindakan-tindakan dan tingkah laku manusia yang diperbuatnya sehari-hari mendapat dorongan atau digerakkan oleh ketiga naluri tersebut. Oleh karena itu, menurut teori ini untuk memotivasi seseorang harus berdasarkan naluri mana yang akan dituju dan perlu dikembangkan.

3. Teori Reaksi yang dipelajari

Teori ini berpandangan bahwa tindakan atau perilaku manusia tidak berdasarkan naluri-naluri, tetapi berdasarkan pola-pola tingkah laku yang dipelajari dari kebudayaan di tempat orang itu hidup. Orang belajar paling banyak dari lingkungan kebudayaan di tempat ia hidup dan dibesarkan. Oleh karena itu teori ini disebut juga teori lingkungan kebudayaan. Menurut teori ini, apabila seorang pendidik akan memotivasi anak didiknya ia harus mengetahui benar-benar latar belakang kehidupan dan kebudayaan orang-orang yang dipimpinnya.

4. Teori Daya Pendorong

Teori ini merupakan perpaduan antara teori naluri dengan teori reaksi yang dipelajari. Daya pendorong adalah semacam naluri, tetapi hanya suatu dorongan kekuatan yang luas terhadap suatu arah yang umum. Oleh karena itu menurut teori ini, apabila seorang pendidik ingin memotivasi anak didiknya, ia harus mendasarkan atas daya pendorong yaitu, atas naluri dan juga reaksi yang dipelajari dari kebudayaan lingkungan yang dimilikinya.

5. Teori Kebutuhan

Teori motivasi yang sekarang banyak dianut orang adalah teori kebutuhan. Teori ini beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia pada hakekatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikis. Oleh karena itu menurut teori ini, apabila seorang pendidik bermaksud memberikan motivasi kepada anak didiknya, ia harus berusaha mengetahui terlebih dahulu apa kebutuhan-kebutuhan orang yang akan dimotivasinya.

Teori Abraham Maslow

Sebagai seorang pakar psikologi, Maslow mengemukakan adanya lima tingkatan kebutuhan pokok manusia. Kelima tingkatan kebutuhan pokok inilah yang kemudian dijadikan pengertian kunci dalam mempelajari motivasi manusia. Namun tingkatan kebutuhan dari Maslow ini tidak dimaksud sebagai suatu kerangka yang dapat dipakai setiap saat, tetapi lebih merupakan kerangka acuan yang dapat digunakan sewaktu-waktu bilamana diperlukan. Adapun kelima tingkatan kebutuhan pokok yang dimaksud dapat dilihat pada gambar berikut:

Pyramid Diagram

Sumber: M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007, Cet. 23, hlm 77.

C. Klasifikasi Motivasi

Para ahli psikologi mengelompokkan motif-motif yang ada dalam diri manusia kedalam beberapa golongan menurut pendapatnya.

    1. Menurut Sartain

Physiological drive

Ialah dorongan-dorongan yang bersifat fisiologis/jasmaniah; seperti lapar, haus, dan sebagainya.

→ Social Motives

Ialah dorongan-dorongan yang ada hubungannya dengan manusia lainnya dalam masyarakat; seperti dorongan ingin selalu berbuat baik (etika), dan sebagainya.

    1. Menurut Woodworth

Pada mulanya ia membagi motif-motif itu menjadi dua bagian:

→ Unlearned Motives

Ialah motif-motif pokok yang tidak dipelajari. Yang termasuk kedalam motif ini ialah motif-motif yang timbul disebabkan karena kekurangan-kekurangan/kebutuhan-kebutuhan dalam tubuh; seperti lapar, haus, sakit, dan sebagainya yang semuanya itu menimbulkan dorongan dalam diri untuk minta supaya dipenuhi, atau menjauhkan diri dari padanya.

→ Learned Motives

Ialah motif-motif yang timbulnya karena dipelajari, seperti misalnya: dorongan untuk belajar suatu ilmu pengetahuan, dorongan untuk mengejar suatu kedudukan dalam jabatan/masyarakat, dan sebagainya. Motif-motif ini sering kali disebut motif-motif yang disyaratkan secara social, karena manusia hidup dalam lingkungansosial, maka motif-motif golongan ini terbentuk.

Pada perkembangannya Woodworth dan Marquis kemudian membagi motif-motif menjadi tiga golongan:

· Kebutuhan-kebutuhan organis

Yakni motif-motif yang berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan bagian dalam dari tubuh; seperti lapar, haus, dan sebagainya.

· Emergency Motives

Ialah motif-motif yang timbul jika situasi menuntut timbulnya tindakan kegiatan yang cepat dan kuat dari kita. Dalam hal ini motif itu timbul bukan karena kemauan kita, tetapi karena perangsang dari luar yang menarik kita.

· Motif Obyektif

Ialah motif yang diarahkan/ditujukan ke suatu obyek atau tujuan tertentu di sekitar kita. Motif ini timbul karena adanya dorongan dari dalam diri kita (kita menyadarinya).

Emergency Motives dan Objective Motives adalah motif-motif yang tergantung pada hubungan-hubungan individu dengan lingkungannya.

    1. Motif-motif juga dapat dibedakan sebagai berikut:

→ Motif Intrinsik

Ialah motivasi yang timbul dari dalam diri seseorang itu sendiri tidak usah dirangsang dari luar. Misalnya: orang yang gemar membaca, tidak usah ada yang mendorong/menyuruhnya, ia telah mencari sendiri buku-buku untuk dibacanya.

Motif intrinsik juga diartikan sebagai motif yang pendorongnya ada kaitannya langsung dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam objeknya/tujuan pekerjannya itu sendiri. Misalnya: seorang mahasiswa tekun mempelajari psikologi pendidikan karena ia tahu manfaatnya sehingga ia ingin sekali menguasai pengetahuan/pelajaran itu.

→ Motif Ekstrinsik

Ialah motivasi yang berfungsi karena adanya perangsang dari luar diri individu. Misalnya: orang belajarnya giat karena diberitahu akan ujian.

Motif ekstrinsik juga diartikan sebagai motif yang pendorongnya tidak ada kaitannya langsung dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam objeknya/tujuan pekerjannya itu sendiri. Misalnya: seorang siswa mau belajar karena takut kepada guru, atau kerena ingin memperoleh nilai baik, dan sebagainya.

D. Tujuan Motivasi dan Perananya dalam Belajar

Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu. Bagi seorang guru, tujuan motivasi adalah untuk mnggerakkan atau memacu para siswanya agar timbul keinginan dan kemauannya untuk meningkatkan prestasi belajarnya sehingga tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan dan ditetapkan dalam kurikulum sekolah.

Motivasi sangat berperan dalam belajar. Dengan motivasi inilah sisiwa menjadi tekun dalam proses belajar, dan dengan motivasi itu pulalah kwalitas hasil belajar siswa juga kemungkinannya dapat diwujudkan. Siswa yang dalam proses belajar mempunyai motivasi yang kuat dan jelas pasti akan tekun dan berhasil belajarnya. Kepastian itu dimungkinkan oleh sebab adanya ketiga fungsi motifasi sebagai berikut:

1. Pendorong orang untuk berbuat dalam mencapai tujuan.

2. Penetu arah perbuatan yakni kearah tujuan yang hendak di capai.

3. Penseleksi perbuatan sehingga perbuatan orang yang mempunyai motivasi senantiasa selektif dan tetap terarah kepada tujuan yang ingin dicapai.

Berdasarkan arti dan fungsi motivasi diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi itu bukan hanya berfungsi sebagai penentu terjadinya suatu perbuatan tetapi juga merupakan penentu hasil perbuatan.

E. Usaha Guru dalam Meningkatkan Motivasi Belajar

Dari bebrapa teori motivasi yang telah diuraikan, kita mengetahui bahwa tiap-tiap teori memiliki kelemahan dan kekurangannya masing-masing. Namun, jika kita hubungkan dengan manusia sebagai pribadi dalam kehidupannya sehari-hari, teori-teori yang telah dikemukakan ternyata memiliki hubungan yang komplementer yang berarti saling melengkapi satu sama lain. Oleh kerena itu, didalam penerapannya kita tidak perlu terpaku atau hanya cendrung kepada salah satu teori saja. Kita dapat mengambil manfaat dari beberapa teori sesuai dengan situasi dan kondisi seseorang pada saat kita melakukan tindakan motivasi.

Untuk mengembangkan motivasi yang baik pada anak-anak didik kita, disamping kita harus menjauhkan saran-saran atau sugesti yang negative, yang lebih penting lagi adalah membina pribadi anak didik agar dalam dirinya terbentuk motif-motif yang mulia, luhur, dan dapat diterima masyarakat.

Guna berperanan untuk menetapkan kebutuhan dan motives murid-murid berdasarkan tingkah laku mereka yang tampak. Masalah bagi guru ialah bagamana mengguanakan motives dan needs murid-murid untuk mendorong mereka bekerja mencapai tujuan pendidikan. Dalam usaha mencapai tujuan itu, perubahan tingkah laku diharapkan terjadi. Karena itu, tugas guru ialah memotivasi murid untuk belajar demi tercapainya tujuan yang diharapkan, serta di dalam proses memperoleh tingkah laku yang diinginkan.

Perlu diingat bahwa perbuatan yang kita lakukan sehari-hari banyak yang didorong oleh motif ekstrinsik, tetapi banyak pula yang didorong oleh motif intrinsik atau oleh keduanya sekaligus. Tetapi meskipun demikian yang paling baik terutama dalam hal belajar adalah motif intrinsik.

Tugas guru ialah mengembangkan motivasi pada murid-muridnya, usahakanlah agar motivasi yang timbul pada ank-anak adalah motif intrinsik, sehingga mereka dapat mencapai hasil belajar yang diharapkan.

Guru-guru sering menggunakan incentives untuk memotivasi murid-murid agar berusaha mencapai tujuan yang diinginkan. Incentives, apapun wujudnya akan berguna hanya apabila incentives itu mewakili tujuan yang akan dicapai yang kiranya memenuhi kebutuhan psikologis murid-murid. Konsekuennya, guru harus kreatif dan imajinasinya di dalam menggunakan incentives untuk memotivasi anak agar berusaha mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan.

Salah satu tugas berat yang harus di emban oleh seorang guru ialah menumbuhkan motivasi prestasi di dalam diri anak didiknya. Motivasi prestasi adalah keinginan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dari standar keunggulan.

BAB III

KESIMPULAN

Setiap orang dalam perbuatannya pasti dilandasi dengan adanya motivasi. Motivasi adalah “pendorong” ; suatu usaha yang didasari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.

Dalam ilmu psikologi terdapat bebeapa teori yang berhubungan dengan masalah motivasi, diantaranya: teori hedonisme, teori naluri, teori kebutuhan, dan sebagainya. Dari teori-teori tersebut memiliki kelemahan dan kekurangannya masing-masing. Namun, jika kita hubungkan dengan manusia sebagai pribadi dalam kehidupannya sehari-hari, teori-teori yang telah dikemukakan ternyata memiliki hubungan yang komplementer yang berarti saling melengkapi satu sama lain. Oleh kerena itu, didalam penerapannya kita tidak perlu terpaku atau hanya cendrung kepada salah satu teori saja. Kita dapat mengambil manfaat dari beberapa teori sesuai dengan situasi dan kondisi seseorang pada saat kita melakukan tindakan motivasi.

Salah satu jenis motivasi yang sangat mempengaruhi tingkah laku manusia adalah adanya motif intrinsik. Motif intrinsik Ialah motivasi yang timbul dari dalam diri seseorang itu sendiri tidak usah dirangsang dari luar. Jadi Tugas guru ialah mengembangkan motivasi pada murid-muridnya, usahakanlah agar motivasi yang timbul pada ank-anak adalah motif intrinsik, sehingga mereka dapat mencapai hasil belajar yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.

Sabri, M.Alisuf, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996.

Sabri, M. Alisuf, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993.

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.

Sudarsono, Kamus Filsafat dan Psikologi, Jakarta: Rineka Cipta, 1993.



M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007, Cet. 23, hlm 60.

M Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembanagan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993 cet I., hlm. 129

Liaht Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2006, hlm 205 & 206.

M.Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996, Cet I., hlm 85.

Sudarsono, Kamus Filsafat dan Psikologi, Jakarta: Rineka Cipta, 1993, hlm, 160.

M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007, Cet. 23, hlm 71.

M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007, Cet. 23, hlm 74.

M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993 cet I., hlm. 130

M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993 cet I., hlm. 131&132.

Incentives adalah ……………….

Sudarsono, Kamus Filsafat dan Psikologi, Jakarta: Rineka Cipta, 1993, hlm, 161