Pelaku dosa besar

1. Menurut aliran Khawarij
Ciri yang menonjol dari aliran Khawarij adalah watak ektrimitas dalam memutuskan persoalan-persoalan kalam. Tak heran kalau aliran ini memiliki pandangan ekstrim pula tentang status pelaku dosa besar. Mereka memandang bahwa orangorang yang terlibat dalam peristiwa tahkim, yakni Ali, Mu’awiyah, amr bin al-ash, Abu Musa al-asy’ari adalah kafir, berdasarkan firman Allah pada surat al-Maidah ayat 44:
(ومن لم يحكم بما انزل ال فأولئك هم الكافرون )المائدة: 44
Artinya:
“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”
Semua pelaku dosa besar (murtabb al-kabiiah), menurut semua sub sekte khwarij, kecuali najdah adalah kafir dan akan disiksa dineraka selamanya. Sub sekte yang sangat ekstrim, azariqah, menggunakan istilah yang lebih mengerikan dari kafir, yaitu musyrik. Mereka memandang musyrik bagi siapa saja yang tidak mau bergabung dengan barisan mereka. Adapun pelaku dosa besar dalam pandangan mereka telah beralih status keimanannya menjadi kafir millah (agama), dan berarti ia telah keluar dari Islam, mereka kekal dineraka bersama orang-orang kafir lainnya.
2. Menurut aliran Murji’ah
Pandangan aliran murji’ah tentang setatus pelaku dosa besar dapat ditelusuri dari definisi iman yang dirumuskan oleh mereka. Secara garis besar, sebagaimana telah dijelaskan sub sekte Khawarij dapat dikategorikan dalam dua kategori: ekstrim dan moderat. Harun nasution berpendapat bahwa sub sekte murji’ah yang ekstrim dan mereka yang berpandangan bahwa keimanan terletak di dalam kalbu. Adapun ucapan dan perbuatan tidak selamanya merupakan refleksi dari apa yang ada di dalam kalbu. Oleh karena itu, segala ucapan dan perbuatan seseorang yang menyimpang dari kaidah agama tidak berarti telah menggeser atau merusak keimanannya. Bahkan keimanannya masih sempurna dimata Tuhan. Adapun murji’ah moderat ialah mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir. Meskipun disiksa dineraka, ia tidak kekal didalamnya, bergantung pada ukuran dosar yang dilakukannya. Masih terbuka kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya sehingga ia bebas dari siksa neraca.
3. Menurut aliran Mu’tazilah
Perbedaannya, bila khwarij mengkafirkan pelaku dosa besar dan murji’ah memelihara keimanan pelaku dosa besar,
Mu’tazilah tidak menentukan status dan predikat yang pasti bagi pelaku dosa besar, apakah ia tetap mukmin atau kafir, kecuali dengan sebutan yang sangat terkenal, yaitu al manzilah baial manzilataini. Setiap pelaku dosa besar, menurut Mu’tazilah, berada
diposisi tengah diantara posisi mukmin dan kafir. Jika pelakunya meninggal dunia dan belum sempat bertaubat, ia akan dimasukkan ke dalam nerak selama-lamanya. Walaupun
demikian, siksaan yang diterimanya lebih ringan dari pada siksaan orang-orang kafir. Dalam perkembangannya, beberapa tokoh Mu’tazilah, seperti wastul bin atha’ dan amr bin ubaid memperjelas sebutan itu dengan istilah fasik yang bukan mukmin atau kafir.
4. Aliran Asy’ariyah
Terhadap pelaku dosa besar, agaknya al-asy’ari, sebagai wakil ahl-as-Sunah, tidak mengkafirkan orang-orang yang sujud ke baitullah (ahl-al-qiblah) walaupun melakukan dosa besar, seperti berzina dan mencuri. Menurutnya, mereka masih tetap sebagai orang yang beriman dengan keimanan yang mereka miliki, sekalipun berbuat dosa besar. Akan tetapi jika dosa besar itu dilakukannya dengan anggapan bahwa hal ini dibolehkan (halal) dan tidak meyakini keharamannya, ia dipandang telah kafir. Adapun balasan di akhirat kelak bagi pelaku dosa besar, apabila ia meninggal dan tidak sempat bertaubat, maka menurut al-asy’ari, hal itu bergantung pada kebijakan Tuhan Yang Maha Esa berkehendak mutlaq. Dari paparan singkat ini, jelaslah bahwa asy’ariyah sesungguhnya mengambil posisi yang sama dengan murji’ah, khususnya dalam pernyataan yang tidak mengkafirkan para pelaku dosa besar.
5. Aliran Maturidiyah
Aliran maturidiyah, baik samarkand maupun bukhara, sepakat menyatakan bahwa pelaku dosa masih tetap sebagai mukmin karena adanya keimanan dalam dirinya. Adapun balasan yang diperolehnya kelak di akhirat bergantung pada apa yang dilakukannya di dunia. jika ia meninggal tanpa tobat terlebih dahulu, keputusannya diserahkan sepenuhnya kepada kehendak Allah SWT. jika menghendaki pelaku dosa besar diampuni, ia akan memasukkan ke neraca, tetapi tidak kekal didalamnya.
6. Aliran Syi’ah Zadiyah
Penganut Syi’ah zaidiyah percaya bahwa orang yang melakukan dosa besar akan kekal di dalam neraca, jika ia belum tobat dengan tobat yang sesungguhnya. Dalam hal ini, Syi’ah
zaidiyah memang dekat dengan Mu’tazilah. Ini bukan sesuatu yang aneh mengingat washil bin atha’, mempunyai hubungan dengan zaid moojan momen bahkan mengatakan bahwa zaid pernah belajar kepada washil bin atho’2

C. Sifat-sifat Tuhan

1. Menurut aliran Mu’tazilah
Pertentangan paham antara kaum Mu’tazilah dan kaum
asy’ariyah dalam masalah ini berkisar sekitar persoalan apakah
Tuhan mempunyai sifat atau tidak. Jika Tuhan mempunyai
sifat-sifat itu mestilah kekal seperti halnya dengan zat Tuhan.
Tegasnya, kekalnya sifat-sifat akan membawa kepada paham
banyak yang kekal (ta’addud al-qudama’ atau poltiplicity of
eternals). Dan ini selanjutnya membawa pula kepada paham
syirik atau polyteisme. Suatu hal yang tak dapat diterima dalam
teologi.
Sebagian telah dilihat dalam bagian 1, kaum Mu’tazilah
mencoba menyelesaikan persoalan ini dengan mengatakan
bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat. Ini berarti bahwa Tuhan
tidak mempunyai pengetahuan, tidak mempunyai kekuatan dan
sebagainya. Tuhan tetap mengetahui dan sebagainya bukanlah
sifat dalam arti kata sebenarnya. Arti “Tuhan mengetahui
dengan perantara pengetahuan dan pengetahuan itu adalah
Tuhan sendiri.
2. Menurut Aliran Asy’ariyah
Kaum asy’ariyah membawa penyelesaian yang
berlawanan dengan Mu’tazilah mereka dengan tegas
mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat.
Menurut aliran asy’ariyah sendiri tidak dapat diingkari
bahwa Tuhan mempunyai sifat, karena perbuatan-perbuatan
nya, di samping menyatakan bahwa Tuhan mengetahui dan
sebagainya, juga menyatakan bahwa ia mempunyai
pengetahuan, kemauan, dan daya.3
3. Aliran Maturidiyah
Dapat ditemukan persamaan antara al-maturidi dan alasy’ari,
seperti di dalam pendapat bahwa Tuhan mempunyai
sifat-sifat seperti sama’, basher dan sebagainya. walaupun
begitu pengertian al-maturidi tentang sifat berbeda dengan alasy’ari.
Menurut al-maturidi sifat tidak dikatakan sebagai
esensinya dan bukan pula dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu
mulazamah (ada bersama, baca: inheren) dzat tanpa pemisah.
Tampaknya paham al-maturidi, tentang makna sifat
cenderung mendekati paham Mu’tazilah. Perbedaannya almaturidi
mengaku adanya sifat-sifat sedangkan al-Mu’tazilah
menolak adanya sifat-sifat Tuhan.
4. Aliran Syi’ah Rafidhah
Sebagian besar tokoh Syi’ah rafidhah menolak bahwa Allah
senantiasa bersifat tahu, namun adapula sebagian dari mereka
berpendapat bahwa Allah tidak bersifat tahun terhadap sesuatu
sebelum ia menghendaki. Tatkala ia menghendaki sesuatu, ia
pun bersifat tahu, jika dia tidak menghendaki, dia tidak bersifat
tahu, maka Allah berkehendak menurut merek adalah bahwa
Allah mengeluarkan gerakan (taharraka harkah), ketika gerakan
itu muncul, ia bersifat tahu terhadap sesuatu itu. Mereka
berpendapat pula bahwa Allah tidak bersifat tahu terhadap
sesuatu yang tidak ada.
D. Iman dan kufur
1. Aliran Khawarij
Khawarij menetapkan dosa itu hanya satu macamnya,
yaitu dosa besar agar dengan demikian orang Islam yang tidak
sejalan dengan pendiriannya dapat diperangi dan dapat
dirampas harta bendanya dengan dalih mereka berdosa dan
setiap yang berdosa adalah kafir. Mengkafirkan Ali, Utsman, 2
orang hakam, orang-orang yang terlibat dalam perang jamal dan
orang-orang yang rela terhadap tahkim dan mengkafirkan
orang-orang yang berdosa besar dan wajib berontak terhadap
penguasa yang menyeleweng.
Dan iman menurut kwaharij, iman bukanlah tasdiq. Dan
iman dalam arti mengetahui pun belumlah cukup. Menurut
Abd. Al-jabbar, orang yang tahu Tuhan tetapi melawan kepadanya,
bukanlah orang yang mukmin, dengan demikian iman bagi
mereka bukanlah tasdiq, bukan pula ma’rifah tetapi amal yang
timbul sebagai akibat dari mengetahui Tuhan tegasnya iman
bagi mereka adalah pelaksanaan perintah-perintah Tuhan6
2. Aliran Murji’ah
Menurut sub sekte murji’ah yang ekstrim adalah mereka
yang berpandangan bahwa keimanan terletak di dalam kalbu.
Oleh karena itu, segala ucapan dan perbuatan seseorang yang
menyimpang dari kaidah agama tidak berarti menggeser atau
merusak keimanannya, bahkan keimanannya masih sempurna
dalam pandangan Tuhan.
Sementara yang dimaksud murji’ah moderat adalah
mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah
menjadi kafir. Meskipun disiksa di neraka, ia tidak kekal
didalamnya bergantung pada dosa yang dilakukannya.7
3. Aliran Mu’tazilah
Iman adalah tashdiq di dalam hati, iktar dengan lisan dan
dibuktikan dengan perbuatan konsep ketiga ini mengaitkan
perbuatan manusia dengan iman, karena itu, keimanan
seseorang ditentukan pula oleh amal perbuatannya. Konsep ini
dianut pula olah Khawarij.8
4. Aliran Asy’ariyah
Menurut aliran ini, dijelaskan oleh syahrastani, iman secara
esensial adalah tasdiq bil al janan (membenarkan dengan
kalbu). Sedangkan qaul dengan lesan dan melakukan berbagai
kewajiban utama (amal bil arkan) hanya merupakan furu’
(cabang-cabang) iman. Oleh sebab itu, siapa pun yang
membenarkan ke-Esaan Allah dengan kalbunya dan juga
membenarkan utusan-utusan nya beserta apa yang mereka bawa
dari-Nya, iman secara ini merupakan sahih. Dan keimanan
seseorang tidak akan hilang kecuali ia mengingkari salah satu
dari hal-hal tersebut.9
5. Maturidiyah
Iman adalah tasdid dalam hati dan diikrarkan dengan
lidah, dengan kata lain, seseorang bisa disebut beriman jika ia
mempercayai dalam hatinya akan kebenaran Allah dan
mengikrarkan kepercayaannya itu dengan lidah. Konsep ini
juga tidak menghubungkan iman dengan amal perbuatan
manusia. yang penting tasdid dan ikrar.
E. Perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia
1. Aliran Jabariyah
Menurut aliran ini, manusia tidak berkuasa atas
perbuatannya yang menentukan perbuatan manusia itu adalah
Tuhan, karena itu manusia tidak berdaya sama sekali untuk
mewujudkan perbuatannya baik atau buruk.
Diumpamakan manusia seperti wayang yang tidak
berdaya, bagaimana dan kemana ia bergerak terserah dalang
yang memainkan wayang itu. Dalang manusia adalah Tuhan, ini
dianggap paham Jabariyah yang dianggap moderat, perbuatan
manusia tidak sepenuhnya ditentukan untuk Tuhan, tetapi
manusia punya andil juga dalam dalam mewujudkan
perbuatannya.
2. Aliran Qadariyah
Manusia mempunyai iradat (kemampuan berkehendak
atau memilih) dan qudrah (kemampuan untuk berbuat).
Menurut paham ini Allah SWT membekali manusia sejak
lahirnya dengan qudrat dan iradat, suatu kemampuan untuk
mewujudkan perbuatan-perbuatan tersebut.10
3. Aliran Mu’tazilah
10 Drs. H. M. Yusran Asmuni. Op.Cit. hal. 159-160
Paham ini dalam masalah af’al ibadah seirama dengan
paham Qadariyah untuk perbuatan-perbuatan Tuhan, mereka
berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kewajiban-kewajiban itu
dapat disimpulkan dalam satu kewajiban yaitu kewajiban
berbuat baik dan terbaik bagi manusia seperti kewajiban Tuhan
menepati janji-janji-Nya. Kewajiban Tuhan mengirim Rasulrasul-
Nya untuk petunjuk kepada manusia dan lain-lain.11
4. Aliran Asy’ariyah
Dalam menggambarkan hubungan perbuatan manusia
dengan qodrat dan iradat Tuhan, Abu Hasan Ali Bin Ismail al-
Asy’ari menggunakan paham kasb yang dimaksud dengan al-
Kasb adalah berbarengan kekuasaan manusia dengan perbuatan
Tuhan. Artinya apabila seseorang ingin melakukan suatu
perbuatan, perbuatan itu baru terlaksana jika sesuai dengan
kehendak Tuhan.
5. Aliran Maturidiyah
Menurut golongan maturidiyah, kemauan sebenarnya
adalah kemauan Tuhan namun tidak selamanya perbuatan
manusia dilakukan atas kerelaan Tuhan karena Tuhan tidak
menyukai perbuatan-perbuatan buruk. Jadi di dalam aliran
maturidiyah ada 2 unsur: kehendak dan kerelaan.
F. Kehendak muthlak dan keadilan Tuhan
1. Aliran Mu’tazilah
Mu’tazilah yang berperinsip keadilan Tuhan mengatakan
bahwa Tuhan itu adil dan tidak mungkin bebuat zalim dengan
memaksakan kehendak kepada hamba-Nya kemudian
mengharuskan hamba-Nya untuk menanggung akibat
perbuatannya, secara lebih jelas aliran Mu’tazilah mengatakan
bahwa kekuasaan sebenarnya tidak mutlak lagi. Itulah sebabnya
Mu’tazilah menggunakan ayat 62 surat Al-Ahzab (33)
سنة ال فى الذين خلوا من قبل ولن تجد لسنة ال تبديل
2. Aliran Asy’ariyah
Mereka percaya pada kemutlakan kekuasaan Tuhan,
berpendapat bahwa perbuatan Tuhan tidak mempunyai tujuan,
yang mendorong Tuhan untuk berbuat sesuatu semata-mata
adalah kekuasan dan kehendak mutlak-Nya dan bukan karena
kepentingan manusia atau tujuan yang lain.
Landasan surat al-Buruj ayat 16
فعال لمايريد
3. Aliran Maturidiyah
Kehendak mutlak Tuhan, menurut maturidiyah
samarkand, dibatasi oleh keadilan Tuhan, Tuhan adil
mengandung arti bahwa segala perbuatan-Nya adalah baik dan
tidak mampu untuk berbuat serta tidak mengabaikan kewajibankewajiban
hanya terhadap manusia. pendapat ini lebih dekat
dengan Mu’tazilah.
Adapun maturidiyah bukharak berpendapat bahwa Tuhan
mempunyai kekuasaan mutlak, Tuhan berbuat apa saja yang
dikehendaki-Nya dan menentukan segala-galanya tidak ada
yang menentang atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan
bagi Tuhan. Tampaknya aliran maturidiyah bukhara lebih dekat
dengan asy’ariyah.12
BAB III
KESIMPULAN
kaum Mu’tazilah berpendapat semua persoalan di atas dapat
diketahui oleh akal manusia dengan perantara akal yang sehat dan
cerdas seseorang dapat mencapai makrifat dan dapat pula mengetahui
yang baik dan buruk. Bahkan sebelum wahyu turun, orang sudah
wajib bersyukur kepada Tuhan. Menjauhi yang buruk dan
mengerjakan yang baik.
Ciri yang menonjol dari aliran Khawarij adalah watak
ektrimitas dalam memutuskan persoalan-persoalan kalam. Tak heran
kalau aliran ini memiliki pandangan ekstrim pula tentang status pelaku
dosa besar.
Kaum asy’ariyah membawa penyelesaian yang berlawanan
dengan Mu’tazilah mereka dengan tegas mengatakan bahwa Tuhan
mempunyai sifat.
Menurut aliran asy’ariyah sendiri tidak dapat diingkari bahwa
Tuhan mempunyai sifat, karena perbuatan-perbuatan nya, di samping
menyatakan bahwa Tuhan mengetahui dan sebagainya, juga
menyatakan bahwa ia mempunyai pengetahuan, kemauan, dan daya.
Menurut sub sekte murji’ah yang ekstrim adalah mereka yang
berpandangan bahwa keimanan terletak di dalam kalbu. Oleh karena
itu, segala ucapan dan perbuatan seseorang yang menyimpang dari
kaidah agama tidak berarti menggeser atau merusak keimanannya,
bahkan keimanannya masih sempurna dalam pandangan Tuhan.
Kehendak mutlak Tuhan, menurut maturidiyah samarkand,
dibatasi oleh keadilan Tuhan, Tuhan adil mengandung arti bahwa
segala perbuatan-Nya adalah baik dan tidak mampu untuk berbuat
serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban hanya terhadap
manusia. pendapat ini lebih dekat dengan Mu’tazilah

Dosa Besar menurut Aliran-aliran Islam

Pelaku dosa besar

1. Menurut aliran Khawarij
Ciri yang menonjol dari aliran Khawarij adalah watak ektrimitas dalam memutuskan persoalan-persoalan kalam. Tak heran kalau aliran ini memiliki pandangan ekstrim pula tentang status pelaku dosa besar. Mereka memandang bahwa orangorang yang terlibat dalam peristiwa tahkim, yakni Ali, Mu’awiyah, amr bin al-ash, Abu Musa al-asy’ari adalah kafir, berdasarkan firman Allah pada surat al-Maidah ayat 44:
(ومن لم يحكم بما انزل ال فأولئك هم الكافرون )المائدة: 44
Artinya:
“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”
Semua pelaku dosa besar (murtabb al-kabiiah), menurut semua sub sekte khwarij, kecuali najdah adalah kafir dan akan disiksa dineraka selamanya. Sub sekte yang sangat ekstrim, azariqah, menggunakan istilah yang lebih mengerikan dari kafir, yaitu musyrik. Mereka memandang musyrik bagi siapa saja yang tidak mau bergabung dengan barisan mereka. Adapun pelaku dosa besar dalam pandangan mereka telah beralih status keimanannya menjadi kafir millah (agama), dan berarti ia telah keluar dari Islam, mereka kekal dineraka bersama orang-orang kafir lainnya.
2. Menurut aliran Murji’ah
Pandangan aliran murji’ah tentang setatus pelaku dosa besar dapat ditelusuri dari definisi iman yang dirumuskan oleh mereka. Secara garis besar, sebagaimana telah dijelaskan sub sekte Khawarij dapat dikategorikan dalam dua kategori: ekstrim dan moderat. Harun nasution berpendapat bahwa sub sekte murji’ah yang ekstrim dan mereka yang berpandangan bahwa keimanan terletak di dalam kalbu. Adapun ucapan dan perbuatan tidak selamanya merupakan refleksi dari apa yang ada di dalam kalbu. Oleh karena itu, segala ucapan dan perbuatan seseorang yang menyimpang dari kaidah agama tidak berarti telah menggeser atau merusak keimanannya. Bahkan keimanannya masih sempurna dimata Tuhan. Adapun murji’ah moderat ialah mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir. Meskipun disiksa dineraka, ia tidak kekal didalamnya, bergantung pada ukuran dosar yang dilakukannya. Masih terbuka kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya sehingga ia bebas dari siksa neraca.
3. Menurut aliran Mu’tazilah
Perbedaannya, bila khwarij mengkafirkan pelaku dosa besar dan murji’ah memelihara keimanan pelaku dosa besar,
Mu’tazilah tidak menentukan status dan predikat yang pasti bagi pelaku dosa besar, apakah ia tetap mukmin atau kafir, kecuali dengan sebutan yang sangat terkenal, yaitu al manzilah baial manzilataini. Setiap pelaku dosa besar, menurut Mu’tazilah, berada
diposisi tengah diantara posisi mukmin dan kafir. Jika pelakunya meninggal dunia dan belum sempat bertaubat, ia akan dimasukkan ke dalam nerak selama-lamanya. Walaupun
demikian, siksaan yang diterimanya lebih ringan dari pada siksaan orang-orang kafir. Dalam perkembangannya, beberapa tokoh Mu’tazilah, seperti wastul bin atha’ dan amr bin ubaid memperjelas sebutan itu dengan istilah fasik yang bukan mukmin atau kafir.
4. Aliran Asy’ariyah
Terhadap pelaku dosa besar, agaknya al-asy’ari, sebagai wakil ahl-as-Sunah, tidak mengkafirkan orang-orang yang sujud ke baitullah (ahl-al-qiblah) walaupun melakukan dosa besar, seperti berzina dan mencuri. Menurutnya, mereka masih tetap sebagai orang yang beriman dengan keimanan yang mereka miliki, sekalipun berbuat dosa besar. Akan tetapi jika dosa besar itu dilakukannya dengan anggapan bahwa hal ini dibolehkan (halal) dan tidak meyakini keharamannya, ia dipandang telah kafir. Adapun balasan di akhirat kelak bagi pelaku dosa besar, apabila ia meninggal dan tidak sempat bertaubat, maka menurut al-asy’ari, hal itu bergantung pada kebijakan Tuhan Yang Maha Esa berkehendak mutlaq. Dari paparan singkat ini, jelaslah bahwa asy’ariyah sesungguhnya mengambil posisi yang sama dengan murji’ah, khususnya dalam pernyataan yang tidak mengkafirkan para pelaku dosa besar.
5. Aliran Maturidiyah
Aliran maturidiyah, baik samarkand maupun bukhara, sepakat menyatakan bahwa pelaku dosa masih tetap sebagai mukmin karena adanya keimanan dalam dirinya. Adapun balasan yang diperolehnya kelak di akhirat bergantung pada apa yang dilakukannya di dunia. jika ia meninggal tanpa tobat terlebih dahulu, keputusannya diserahkan sepenuhnya kepada kehendak Allah SWT. jika menghendaki pelaku dosa besar diampuni, ia akan memasukkan ke neraca, tetapi tidak kekal didalamnya.
6. Aliran Syi’ah Zadiyah
Penganut Syi’ah zaidiyah percaya bahwa orang yang melakukan dosa besar akan kekal di dalam neraca, jika ia belum tobat dengan tobat yang sesungguhnya. Dalam hal ini, Syi’ah zaidiyah memang dekat dengan Mu’tazilah. Ini bukan sesuatu yang aneh mengingat washil bin atha’, mempunyai hubungan dengan zaid moojan momen bahkan mengatakan bahwa zaid pernah belajar kepada washil bin atho’2.